Senin, 16 Maret 2015

Diskusi: Begal Dihakimi Massa Hingga Tewas. Layak atau Nggak?


 
Naik kereta, sering gangguan. Naik pesawat, nggak mampu juga, kemahalan. Naik angkot, kena macet dan banyak copet. Emang paling cepet dan nyaman sih, naik motor. Tapi belakangan, mau naik motor juga takut dibegal. Naik sapu terbang juga, nih...
 
 
Komplotan begal sukses bikin anak-anak yang doyan nongkrong jadi toba (Termasuk admin yang biasanya hobi balik diatas jam 10 sekarang udah insaf hehe). Seenggaknya, mereka jadi mikir berkali-kali untuk pulang di atas pukul 10 malam. Soalnya katanya para begal beraksi mulai pukul 10 sampai menjelang fajar dan aksi mereka ini brutal banget. Nggak pakai basa-basi, mereka akan langsung melukai korbannya dengan senjata tajam dan ngerampas sepeda motornya. Nggak jarang, korban menderita luka parah dan bahkan langsung tewas di tempat.
 
 
Berita dan broadcast message seputar begal ini udah kedengeran sejak beberapa bulan yang lalu. Antara percaya dan nggak percaya, soalnya waktu itu belum masuk berita di TV nasional. Tapi terus beritanya tambah banyak, bikin tambah merinding. Yang tadinya kejadian di daerah Depok, mulai menyebar ke Tangerang, Bogor, dan wilayah Jakarta.
 
Salah satu puncaknya adalah peristiwa begal di Pondok Aren, Tangerang Selatan. Waktu itu seorang pria dan wanita hampir aja jadi korban. Motor yang mereka bawa dipepet, bahkan mereka udah dilukai. Tapi si wanita yang diketahui bernama Sri nggak menyerah. Dia melawan dengan coba merebut samurai si begal. Salut banget sama Mbak Sri ini. Wajar aja ngelawan. Lo pikir ini motor nyicilnya nggak pake duit, hah??!
 
Terjadi tarik-menarik antara si begal dan korban. Sambil melakukan perlawanan, mereka juga teriak minta tolong. Kebetulan juga warga sekitar cepat tanggap dan langsung mendatangi. Salah satu begal yang jatuh berhasil tertangkap sementara 3 temannya kabur. Nah kan, yang namanya jadi maling itu harus siap ditinggal sama temen-temen kalo ketangkep. Every man for himself, man. Begal yang ketangkep dipukulin habis-habisan. Nggak cuma itu, dia akhirnya dibakar warga sampai tewas. Kejadian ini bikin semua pihak jadi makin melek.
 
Di satu sisi, masyarakat yang udah gregetan ngerasa wajar aja kalau warga Pondok Aren menerapkan hukum rimba. Selain karena gregetan dengan aksi begal yang sungguh brutal, gregetan juga dengan pihak berwajib yang terkesan lamban memberantas begala. Beritanya udah lama gitu, tapi kok nggak ada penambahan frekuensi patroli apalagi operasi/tim khusus pemberantas begal. Setelah peristiwa ini, baru deh banyak update berita seputar begal di TV, begitu juga dengan Kepolisian yang mengerahkan kekuatan untuk mengamankan wilayah-wilayah rawan.
 
Di sisi lain, rasa kemanusiaan berbicara. Iya, yang dibakar ini begal. Mungkin dia juga udah pernah melukai atau bahkan bunuh orang lain sebelumnya, dan bakal melakukan aksi yang sama malam itu. Tapi, layakkah dia diperlakukan sedemikian rupa? Sampai dibakar hidup-hidup, gaes. Pernah liat ban dibakar? Nah, sekarang bayangin kalau yang dibakar itu manusia. Yang bernyawa, yang pernah begitu disayangi orang tuanya, yang masa kecilnya dilimpahi cinta. Dan yang lebih menyentuh kalbu, kalo ngeliat begal itu dibakar dan dia nggak mungkin diam aja sementara api menjilat-jilat tubuhnya.
 
 
Selain terkenal sebagai negara yang aktif di media sosial, Indonesia juga adalah negara hukum. Kita nggak segan-segan menjatuhkan hukuman mati untuk pengedar narkoba untuk bikin efek jera. Bahkan sampai bikin hubungan diplomatik sama negara asal para pengedar itu (Brazil dan Australia) memburuk. Harusnya, pelaku kriminal seperti komplotan begal ini juga bisa diadili dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Semuanya udah diatur, kok. Mereka akan mendapatkan hukuman yang setimpal, sesuai dengan kejahatan yang mereka lakukan.
 
 
Inget nggak, kalau lagi nonton film terus ada karakter yang jahaaat banget sampe kita gregetan nontonnya, sampai pengin ini karakter mati aja? Terus kata jagoannya, “Jangan dibunuh! Kita serahin aja ke polisi.” Terus kita tambah gregetan. Apalagi kalau dia berhasil kabur. Kalau dipikir-pikir, begal ini bakalan lebih berguna kalau ditangkap hidup-hidup. Jadinya bisa diinterogasi dan informasinya pasti berguna banget buat masyarakat. Misalnya, dia bisa ngasih tau tempat persembunyian komplotannya. Emang sih, nggak menjamin kalau ini bakal bikin pelaku yang ketangkep jadi menjalani hidup dengan lebih baik setelah dikasih kesempatan kedua. Tapi nggak seharusnya kita juga menghakimi seenaknya.

Sepi di Keramaian

Kadang di tengah keramaian
Ku terdiam dalam semu penantian
Entah apa yang kan ku nantikan
Namun ku hanya tertegun

   Walau banyak orang yang menemani
   Entah mengapa serasa sendiri
   Seperti direnggut sepi
   Memeluk perlahan layaknya mati

Tlah lama ku coba menemukan
Namun buntu yang menuntun
Walau ku pernah mencoba tuk tetap berjalan
Namun lelah pasti yang ditemukan

   Inikah sepi di dalam ramai?
   Banyak yang melengkapi namun tetap sepi
   Bagaikan hal yang tak berarti
   Hanya angin hampa yang menyelimuti

Jumat, 13 Maret 2015

Kelasku

Berawal dari sini semua
Ketidakpedulian sesama
Malu-malu untuk menyapa
Dan masih ingin seperti sebelumnya

   Namun,
   Seiring berjalannya waktu
   Kita semua saling menyatu
   Memecahkan segala semu
   Membuat semua menjadi seru

Inilah kebersamaan kelas kita
Suka duka kita slalu bersama
Walaupun jalan berliku melanda
Kita kan tetap meraih asa

   Suatu saat nanti
   Masa ini kan menjadi momen berarti
   Saaat berarti ketika kita tertawa geli
   Dan juga saat semua kan pergi